Monday 15 June 2015

Love and life (2)

Riiiinggg

Bunyi alarm nyaring tepat disebelah telinga Alan. Tapi suara itu tidak membuat Alan bergeming. Alan masih hanyut di dunia mimpinya bersama Ratna. Beberapa saat kemudian, terdengar suara lembut Ratna. "Sayang, udah pagi, ayo bangun" dari hp nya. Suara itu sudah semula di set sebagai alarm yang membangunkan tidurnya hari itu. Seketika mata Alan pun terbuka. Dengan segera dia mematikan alarm yang nyaring tapi membiarkan alarm dengan suara Ratna tetep menyala. Hingga dia berhasil mengumpulkan nyawanya, baru kemudian alarm dengan suara kekasihnya itu dimatikan sambil bergumam, "terima kasih sayang" kemudian mencium Wallpaper foto Ratna di hpnya. 

Setelah bangun dari tidurnya, Alan melakukan stretching ringan, sebagai pemanasan awal. Sudah menjadi kebiasaan di keluarga Alan, kegiatan yang wajib dilakukan setelah bangun tidur adalah streching ringan yang kemudian dilanjutkan lari pagi. Sehubungan, Alan sulit untuk bangun pagi, lari pagi pun berubah menjadi lari siang. Itu pun hanya 2 kali putaran halaman kosan yang notabene hanya seluas 3 meter persegi. 

Dalam keluarga Alan berbohong merupakan dosa besar yang apabila ketahuan berbohong sama dengan dead end. Entah uang saku dipotong ato maksimal tidak diperbolehkan tinggal di kosan. Harus kembali ke rumah yang dimana di rumah aturannya lebih banyak lagi. Sebenarnya rumah Alan dengan kampus jaraknya tidak terlalu jauh, namun kemacetan ibukota cukup menguras energi untuk dipakai pulang pergi kampus-rumah. Oleh karena itu Alan lebih suka tinggal di kos. Ditambah lagi aturan tinggal di kosan hanya tidak boleh berbohong. Dan untuk saat ini tidaklah sulit untuk tidak berbohong. Termasuk dengan kegiatan streching yang wajib, termasuk hal yang bisa diakalin.

Ditengah-tengah Alan memutar pinggulnya, telepon Alan berdering.

"Oi, kosan lo ga pindah kan?" Suara loud speaker dari dalam telepon

"Yo" jawab Alan singkat sambil terus melakulan streching nya.

"Tut.. Tut.."

Alan bingung. Alan menyudahi kegiatan nya, kemudian segera meraih hp nya dan mengecek siapa yang menelepon tadi. 

"Rahman?" Tanyanya ke diri sendiri "+62, sejak kapan dia di Indonesia?"

Telepon berdering lagi. Nampak tulisan "Rahman" di hp itu. Dengan segera Alan mengangkat teleponnya. "Man, ini bener elo?"

"Gue udah di depan gerbang kosan lo. Bukain" saut Rahman ketus

"Lo lo, ngapain lo disini? Lo bukannya di..." tanya Alan setengah tidak yakin dengan keberadaan Rahman.

"Udah cepetan, ato gue dobrak ni pager" potong Rahman

"Wo wo, orang bule ngamuk. Iye ini otw ke pager" Setelah menutup telepon Rahman, Alan bergegas menuju gerbang kosan yang selalu terkunci itu.

Kesan pertama yang ada di benak Alan saat melihat sahabatnya di depan pintu campur aduk. Heran, lucu, kasihan berkumpul menjadi satu. Namun, yang paling menguasai dirinya saat ini adalah keinginan untuk menertawakan sahabatnya itu. Memang sudah hampir 1 tahun Alan tidak bertemu sahabatnya itu. Terakhir kali mereka bertemu adalah ketika dia wisuda S1. Sedangkan saat ini, dia sudah memasuki semester 2 kuliah S2 nya. Di jurusan yang sama dan kampus yang sama.

Ternyata waktu cukup mengubah Rahman dari yang semula rapi menjadi sedikit tidak rapi lagi. Dengan rambut gondrong, mata panda, dan pakaian dengan style rocker masa kini cukup membuat Alan ingin tertawa terbahak-bahak. Karena sewaktu kuliah bersamanya dulu, Rahman merupakan orang pendiam pada awalnya. Alan sudah mencoba berbagai cara untuk mengubah sahabat nya itu menjadi lebih "gaul" tapi tidak berhasil juga. Ternyata tanpa disadari luar negeri bisa mengubahnya menjadi orang yang ada di depannya sekarang.

"Kamar lo tetep kan?" tanya Rahman mengacuhkan tingkah sahabatnya.

Alan yang masih belom mampu menghentikan tawanya hanya mengangguk untuk menjawab pertanyaan sahabatnya itu. Rahman bergegas menuju kamar Alan. Sesampainya di sana, Rahman langsung menjatuhkan tubuhnya di kasur Alan. Rahman pun mencoba menutup mata dan tak berapa lama dia pun terlelap.

(Bersambung)


No comments: